Sejak 2019, model “Stock-to-Flow (S2F)” dari Plan B menjadi salah satu metode prediksi paling kontroversial di dunia kripto. Berdasarkan logika matematis dan teori kelangkaan, model ini berusaha menjelaskan pergerakan harga Bitcoin melalui hubungan penawaran dan permintaan. Banyak investor menganggapnya sebagai “indikator dewa,” sementara yang lain mengkritiknya terlalu idealis.
Kini bulan November 2025, Bitcoin telah mengalami beberapa siklus bull dan bear—apakah prediksi Plan B adalah mitos, atau sekadar kesalahan statistik? Artikel ini akan menyajikan penilaian ulang secara ringkas dan logis mengenai topik ini.
1. Apa itu Model S2F dari Plan B?
Model S2F (Stock-to-Flow) awalnya berasal dari pasar komoditas, digunakan untuk mengukur nilai aset yang langka. Contohnya emas, perak, dan logam mulia lainnya, yang harganya seringkali berkaitan dengan rasio “stok / aliran” (stock-to-flow).
Definisi rumusnya sebagai berikut:
S2F = Jumlah stok yang beredar (Stock) ÷ Produksi tahunan (Flow)
Plan B menerapkan konsep ini pada Bitcoin:
Produksi Bitcoin setiap empat tahun mengalami pemotongan setengah (Halving), sehingga pasokan secara bertahap berkurang;
Ketika “pemotongan setengah” terjadi dan permintaan tetap atau meningkat, secara teori harga harus naik seiring kelangkaan yang meningkat.
Berdasarkan model awal Plan B, harga Bitcoin diperkirakan akan menembus 100.000 dolar AS antara tahun 2021-2025. Namun, fluktuasi pasar nyata jauh lebih kompleks daripada model ini.
2. Logika Inti dari Model S2F
Asumsi utama dari Plan B adalah:
Kelangkaan = Nilai
Dengan kata lain, semakin terbatas pasokannya, semakin berharga aset tersebut. Model ini didasarkan pada tiga poin berikut:
Jumlah Bitcoin yang beredar dapat diprediksi dan terbatas (total 21 juta);
Setiap kali terjadi pemotongan setengah, pasokan baru berkurang, meningkatkan kelangkaan pasar;
Peningkatan kelangkaan akan mendorong kenaikan harga secara eksponensial.
Model ini melalui analisis regresi menemukan bahwa harga Bitcoin historis, dalam skala logaritmik, sangat berkorelasi dengan indeks S2F. Oleh karena itu, Plan B mengklaim bahwa tren jangka panjang harga Bitcoin dapat diprediksi melalui “kurva kelangkaan.”
3. Penyimpangan dari Pasar Nyata: Kesenjangan Antara Model dan Realitas
Memasuki tahun 2022-2025, model S2F sering menyimpang dari pergerakan pasar nyata. Berikut adalah penyebab utamanya:
1. Pengaruh faktor makro lebih besar
Suku bunga global, kebijakan regulasi, risiko geopolitik, dan faktor makro lainnya secara signifikan mempengaruhi harga Bitcoin. Contohnya siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve, proses persetujuan ETF, dan waktu masuknya institusi ke pasar, semuanya dapat menyebabkan distorsi harga jangka pendek.
2. Perilaku pasar yang tidak rasional
Model ini mengasumsikan investor rasional dan harga sepenuhnya didorong oleh kelangkaan, tetapi kenyataannya, emosi, ekspektasi, dan dana spekulatif mendominasi. Contohnya, musim dingin kripto tahun 2022 dan “gelombang panas AI” tahun 2024 telah melanggar ritme model.
3. S2F mengabaikan data on-chain dan likuiditas
Meskipun pasokan Bitcoin terbatas, likuiditas yang dapat diperdagangkan (koin yang bisa dijual) tidak konstan. Peningkatan proporsi hodler jangka panjang dan dompet dingin institusi juga mempengaruhi struktur pasokan pasar.
4. Pandangan Terbaru Plan B di Tahun 2025
Hingga November 2025, Plan B masih aktif memperbarui di platform sosialnya. Ia mengakui adanya deviasi dari model, tetapi tetap berpegang pada efektivitas jangka panjang. Ia memperkenalkan versi perbaikan, yaitu model S2F-Cross Asset (S2FX), yang mencoba memandang Bitcoin sebagai berbagai “kelas aset” berbeda—dari token eksperimental, emas digital, hingga aset penyimpan nilai global.
Menurut prediksinya yang terbaru: jika tren pasokan dan permintaan Bitcoin tetap berlanjut hingga kuartal keempat 2025, target harga untuk siklus berikutnya bisa berada di kisaran 180.000 hingga 220.000 dolar AS. Namun, meskipun model ini telah disesuaikan, analis pasar umumnya tetap berhati-hati. Sebagian besar institusi menganggap S2F masih memiliki nilai referensi dalam arah tren, tetapi sulit digunakan sebagai alat pengambilan keputusan investasi jangka pendek.
5. Bagaimana Menilai Model S2F Secara Rasional?
Popularitas S2F karena kesederhanaan dan kejelasannya. Tetapi dalam kondisi pasar saat ini, hanya mengandalkan kelangkaan tidak cukup untuk menjelaskan seluruh pergerakan harga. Berikut adalah pendekatan yang lebih seimbang:
Anggap S2F sebagai indikator referensi jangka panjang
Cocok untuk menilai tren makro Bitcoin, bukan untuk menangkap fluktuasi jangka pendek.
Gabungkan analisis data multidimensi
Dengan data on-chain seperti alamat aktif, aliran dana, volume transaksi, dan kepemilikan institusi, kita bisa lebih memahami fase pasar.
Perhatikan ritme siklus pasar
Pemotongan setengah tidak langsung memicu kenaikan harga, melainkan secara bertahap tercermin. Memahami ritme aliran dana lebih penting daripada sekadar mengikuti model.
Manajemen risiko selalu prioritas
Bahkan jika model menunjukkan “nilai undervalued,” pasar tetap bisa melanjutkan tren penurunan. Strategi pembagian posisi dan stop-loss tetap krusial.
6. Kesimpulan 2025: Mitos atau Inspirasi?
Model S2F dari Plan B mungkin bukan lagi “kitab suci prediksi,” tetapi tetap menjadi inspirasi penting dalam memahami logika kelangkaan Bitcoin. Model ini membantu investor menyadari bahwa nilai Bitcoin tidak hanya berasal dari spekulasi pasar, tetapi juga dari mekanisme penerbitan yang tetap dan sifat waktu yang langka.
Kegagalan S2F bukan berarti teori ini salah, melainkan mengingatkan kita bahwa pasar keuangan tidak pernah satu dimensi. Harga adalah hasil gabungan dari faktor makro, emosi, teknologi, dan dana. Dalam pasar yang kompleks dan beragam di tahun 2025 ini, kebijaksanaan sejati bukanlah mencari “model sempurna,” melainkan menjaga kejelasan logika dan pengendalian risiko di tengah perubahan.
Penutup:
Model S2F pernah membakar kepercayaan banyak investor, namun juga sering dihancurkan oleh kenyataan. Tetapi seperti semangat Bitcoin sendiri—artinya bukan menjamin kebenaran selamanya, melainkan membuat kita berpikir ulang tentang hubungan antara “nilai” dan “waktu.”
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Model harga Bitcoin Plan B masih bisa dipercaya? Kebenaran terungkap tahun 2025
Sejak 2019, model “Stock-to-Flow (S2F)” dari Plan B menjadi salah satu metode prediksi paling kontroversial di dunia kripto. Berdasarkan logika matematis dan teori kelangkaan, model ini berusaha menjelaskan pergerakan harga Bitcoin melalui hubungan penawaran dan permintaan. Banyak investor menganggapnya sebagai “indikator dewa,” sementara yang lain mengkritiknya terlalu idealis.
Kini bulan November 2025, Bitcoin telah mengalami beberapa siklus bull dan bear—apakah prediksi Plan B adalah mitos, atau sekadar kesalahan statistik? Artikel ini akan menyajikan penilaian ulang secara ringkas dan logis mengenai topik ini.
1. Apa itu Model S2F dari Plan B?
Model S2F (Stock-to-Flow) awalnya berasal dari pasar komoditas, digunakan untuk mengukur nilai aset yang langka. Contohnya emas, perak, dan logam mulia lainnya, yang harganya seringkali berkaitan dengan rasio “stok / aliran” (stock-to-flow).
Definisi rumusnya sebagai berikut:
S2F = Jumlah stok yang beredar (Stock) ÷ Produksi tahunan (Flow)
Plan B menerapkan konsep ini pada Bitcoin:
Berdasarkan model awal Plan B, harga Bitcoin diperkirakan akan menembus 100.000 dolar AS antara tahun 2021-2025. Namun, fluktuasi pasar nyata jauh lebih kompleks daripada model ini.
2. Logika Inti dari Model S2F
Asumsi utama dari Plan B adalah:
Kelangkaan = Nilai
Dengan kata lain, semakin terbatas pasokannya, semakin berharga aset tersebut. Model ini didasarkan pada tiga poin berikut:
Model ini melalui analisis regresi menemukan bahwa harga Bitcoin historis, dalam skala logaritmik, sangat berkorelasi dengan indeks S2F. Oleh karena itu, Plan B mengklaim bahwa tren jangka panjang harga Bitcoin dapat diprediksi melalui “kurva kelangkaan.”
3. Penyimpangan dari Pasar Nyata: Kesenjangan Antara Model dan Realitas
Memasuki tahun 2022-2025, model S2F sering menyimpang dari pergerakan pasar nyata. Berikut adalah penyebab utamanya:
1. Pengaruh faktor makro lebih besar
Suku bunga global, kebijakan regulasi, risiko geopolitik, dan faktor makro lainnya secara signifikan mempengaruhi harga Bitcoin. Contohnya siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve, proses persetujuan ETF, dan waktu masuknya institusi ke pasar, semuanya dapat menyebabkan distorsi harga jangka pendek.
2. Perilaku pasar yang tidak rasional
Model ini mengasumsikan investor rasional dan harga sepenuhnya didorong oleh kelangkaan, tetapi kenyataannya, emosi, ekspektasi, dan dana spekulatif mendominasi. Contohnya, musim dingin kripto tahun 2022 dan “gelombang panas AI” tahun 2024 telah melanggar ritme model.
3. S2F mengabaikan data on-chain dan likuiditas
Meskipun pasokan Bitcoin terbatas, likuiditas yang dapat diperdagangkan (koin yang bisa dijual) tidak konstan. Peningkatan proporsi hodler jangka panjang dan dompet dingin institusi juga mempengaruhi struktur pasokan pasar.
4. Pandangan Terbaru Plan B di Tahun 2025
Hingga November 2025, Plan B masih aktif memperbarui di platform sosialnya. Ia mengakui adanya deviasi dari model, tetapi tetap berpegang pada efektivitas jangka panjang. Ia memperkenalkan versi perbaikan, yaitu model S2F-Cross Asset (S2FX), yang mencoba memandang Bitcoin sebagai berbagai “kelas aset” berbeda—dari token eksperimental, emas digital, hingga aset penyimpan nilai global.
Menurut prediksinya yang terbaru: jika tren pasokan dan permintaan Bitcoin tetap berlanjut hingga kuartal keempat 2025, target harga untuk siklus berikutnya bisa berada di kisaran 180.000 hingga 220.000 dolar AS. Namun, meskipun model ini telah disesuaikan, analis pasar umumnya tetap berhati-hati. Sebagian besar institusi menganggap S2F masih memiliki nilai referensi dalam arah tren, tetapi sulit digunakan sebagai alat pengambilan keputusan investasi jangka pendek.
5. Bagaimana Menilai Model S2F Secara Rasional?
Popularitas S2F karena kesederhanaan dan kejelasannya. Tetapi dalam kondisi pasar saat ini, hanya mengandalkan kelangkaan tidak cukup untuk menjelaskan seluruh pergerakan harga. Berikut adalah pendekatan yang lebih seimbang:
6. Kesimpulan 2025: Mitos atau Inspirasi?
Model S2F dari Plan B mungkin bukan lagi “kitab suci prediksi,” tetapi tetap menjadi inspirasi penting dalam memahami logika kelangkaan Bitcoin. Model ini membantu investor menyadari bahwa nilai Bitcoin tidak hanya berasal dari spekulasi pasar, tetapi juga dari mekanisme penerbitan yang tetap dan sifat waktu yang langka.
Kegagalan S2F bukan berarti teori ini salah, melainkan mengingatkan kita bahwa pasar keuangan tidak pernah satu dimensi. Harga adalah hasil gabungan dari faktor makro, emosi, teknologi, dan dana. Dalam pasar yang kompleks dan beragam di tahun 2025 ini, kebijaksanaan sejati bukanlah mencari “model sempurna,” melainkan menjaga kejelasan logika dan pengendalian risiko di tengah perubahan.
Penutup: Model S2F pernah membakar kepercayaan banyak investor, namun juga sering dihancurkan oleh kenyataan. Tetapi seperti semangat Bitcoin sendiri—artinya bukan menjamin kebenaran selamanya, melainkan membuat kita berpikir ulang tentang hubungan antara “nilai” dan “waktu.”